Obsesi Membesarkan Otot Mengancam Kesehatan Mental

- Studi menemukan laki-laki yang terobsesi fisik sempurna punya kemungkinan lebih besar menderita depresi.
- Para laki-laki yang terobsesi cenderung mengonsumsi suplemen juga steroid anabolik untuk membesarkan otot.
noDokter - Obsesi membesarkan otot mengancam kesehatan mental? Kegemaran baru di kalangan pria yang terobsesi untuk membangun otot besar dan membentuk tubuh sempurna dapat menyebabkan depresi, gangguan makan, dan dysmorphia tubuh.
Ahli fisiologi olahraga Stepphen Barrett mengatakan tipe tubuh dengan tampilan otot dada yang besar pada banyak tokoh-tokoh dan selebriti menimbulkan dampak buruk bagi pria. "Terkadang mencoba mengejar tujuan yang berada di luar jangkauan. Ini adalah sesuatu yang menyebabkan sejumlah besar masalah psikologis, terutama di kalangan pria muda, depresi, gangguan makan, dan dysmorphia tubuh."
Dysmorphia tubuh seringkali mengganggap setiap kekurangan fisik yang ia miliki dapat menjadi masalah besar. Biasanya terjadi kecemasan terhadap kelemahan tubuh, bahkan mungkin bentuk hidung yang tak sesuai keinginannya dapat direnungi dan disesali berjam-jam di depan cermin.
Mr Barrett, yang bekerja dengan tim lari senior Waterford, mengatakan banyak kalangan pria yang mengalihkan olahraga tradisional dengan latihan gym untuk membangun otot. "Sepuluh tahun lalu, ketika Anda bertanya kepada anak-anak olahraga apa yang mereka ikuti, biasanya sepak bola. Sekarang generasi lain, adalah angkat beban," kata dosen ilmu olahraga di Waterford Institute of Technology.
"Kami mendapatkan siswa tahun pertama yang masuk dan ada penekanan besar pada pembentukan tubuh bagian atas mereka. Persepsi inilah bahwa inilah fisik yang mendapat perhatian lawan jenis."
Berperilaku Tak Sehat

Studi baru-baru ini menemukan laki-laki yang terobsesi berlatih di pusat kebugaran demi fisik sempurna punya kemungkinan lebih besar menderita depresi. Depresi yang itu akhirnya menggiring laki-laki berperilaku tak sehat.
Para peneliti dari Norwegian University of Science and Technology (NTNU) dan Harvard University menemukan hampir 10 persen laki-laki dalam survei mengalami gangguan citra tubuh. Mereka meyakini tubuhnya terlalu gemuk atau obesitas lalu ingin menjadi lebih bugar. Karena gangguan ini, mereka punya kecenderungan lebih tinggi terhadap kebiasaan minum alkohol di akhir pekan, melakukan diet, dan menggunakan steroid anabolik.
Tim peneliti yang dipimpin Dr. Trine Tetlie Eik-Nes menyatakan, studi mereka adalah yang pertama menyelisik hubungan laki-laki dengan otot mereka. Peneliti juga menemukan diperlukan lebih banyak sumber daya untuk membantu, seiring semakin banyaknya laki-laki yang punya masalah dengan citra tubuh.
Science Alert melaporkan, untuk penelitian ini, peneliti mengamati lebih dari 2.400 laki-laki di Amerika Serikat (AS). Semuanya terbilang muda dengan usia antara 18 hingga 32 tahun. Peneliti menilai kebiasaan olahraga laki-laki dan citra tubuh, dengan Drive for Muscularity Scale (DMS). DMS berupa survei berisi 15 pertanyaan.
DMS mengukur dorongan orang untuk membesarkan otot. Pada skala satu (selalu) hingga enam (tidak pernah), responden menilai pernyataan seperti "Saya berharap tubuh saya lebih berotot" atau "Saya merasa bersalah kalau melewatkan sesi latihan beban".
Hasilnya, hampir 10 persen laki-laki mengalami gangguan citra tubuh. Artinya mereka memandang diri sendiri terlalu gemuk dan ingin lebih bugar. Para laki-laki yang terobsesi dengan olahraga punya kecenderungan empat kali lebih besar mengonsumsi suplemen legal dan ilegal, juga steroid anabolik untuk membesarkan otot. Jadi artinya memang obsesi membesarkan otot mengancam kesehatan mental.
Diet Tanpa Obesitas
Para peneliti juga menemukan, lebih dari satu dari tiga laki-laki telah menjalani diet dalam satu tahun terakhir. Padahal mereka tidak mengalami obesitas.
Menurut Dr. Eik-Nes, sementara banyak perempuan diet karena mereka menganggap diri kelebihan berat badan atau terlalu gemuk, kebanyakan laki-laki berdiet karena menganggap diri mereka terlalu kurus.
Dr Eik-Nes, associate professor di department of neuromedicine and movement science NTNU mengatakan, masalah citra tubuh yang dihadapi laki-laki sering terabaikan oleh tenaga kesehatan profesional. "Penelitian telah dilakukan terhadap laki-laki muda, tetapi mereka diberi pertanyaan yang sama dengan perempuan," katanya.
Lanjut Dr. Eik-Nes, "Laki-laki tidak ingin jadi kurus. Mereka ingin punya otot besar. Jadi pertanyaan yang diberikan kepada para perempuan tidak tepat jika tujuannya mengetahui bagaimana laki-laki muda memandang diri dan tubuh mereka sendiri."
Beberapa laki-laki menganggap pesepak bola Cristiano Ronaldo sebagai contoh tubuh laki-laki ideal. Masalahnya Ronaldo adalah atlet, sementara laki-laki pada umumnya bukan atlet.
"Olahraga harus jadi pekerjaan penuh waktu Anda jika ingin terlihat seperti Ronaldo. Dia termasuk satu dari ribuan populasi dunia yang mencari nafkah dari olahraga," terang Dr. Eik-Nes.
Dia bilang ini menandakan laki-laki yang secara teratur berolahraga tidak melakukannya agar jadi lebih sehat. Alih-alih mereka giat berlatih demi tubuh lebih berotot yang cocok dengan perspektif tubuh ideal.
"Perempuan seharusnya langsing dan berpinggang kecil. Laki-laki harus berbahu lebar dan otot besar. Ini adalah cita-cita dangkal yang tumbuh bersama para orang muda kini. Ternyata citra tubuh tidak realistis ini sama menantangnya bagi laki-laki dan perempuan," kata Dr. Eik-Nes. [*]
“Karena ‘Sehat itu Gampang’ mari kita praktikan Olahraga, Diet dan Kesehatan Mental”