Semua Mitos tentang Kesehatan Mental, Ini Faktanya!

41
header-img
  1. Agar bisa menjalankan peran dan fungsi kita sebagai anggota keluarga dan masyarakat, penting untuk menjaga bukan hanya kesehatan fisik, namun juga kesehatan secara mental.
  2. Orang dengan gangguan mental belum tentu bisa kita kenali dengan mudah, sehingga banyak mitos yang beredar. Ini adalah diantaranya.

noDokter – Kini, keadaan atau kondisi sehat bukan hanya mengacu kepada kesehatan secara fisik atau jasmani saja. Kesehatan mental juga adalah penentu kondisi sehat atau tidaknya seseorang. Sebab apabila seseorang tidak sehat secara mental, kemungkinan ia tidak dapat secara total menjalankan perannya sehari-hari. Ini tentu memberikan beban kepada orang tersebut dan oleh karena itu harus mendapatkan bantuan yang diberikan oleh profesional.

Namun kadang orang dengan gangguan mental tidak semudah itu kita identifikasi. Ada kalanya mereka terlihat seakan-akan tidak memiliki permasalahan mental apapun dan berfungsi dengan baik di masyarakat. Karena ciri-ciri yang tak selalu jelas terlihat, maka mudah berkembang luas berbagai mitos maupun kepercayaan tentang penyakit mental. Itu sebabnya, penting bagi kita untuk memahami apa yang merupakan kebenaran atau yang hanya merupakan mitos yang ada di seputar permasalahan kesehatan mental.

Daftar Isi

1.     Pentingnya Jaga Kesehatan Mental

2.     Mitos 1: Orang dengan Penyakit Mental Selalu Harus Berobat ke RSJ

3.     Mitos 2: Penyakit Mental Menular

4.     Mitos 3: Penyendiri Tanda Sakit Mental

5.     Mitos 4: Sering Bicara Sendiri Berarti Mental Terganggu

6.     Mitos 5: Stress Penyebab Utama Sebabkan Rambut Beruban

7.     Mitos 6: Stress Bisa Disembuhkan dengan Makan

8.     Mitos 7: Psikolog dan Psikiater Sama

9.     Mitos 8: Sering Main Video Game Tanda Sakit Mental

10.  Kesimpulan

1. Pentingnya Jaga Kesehatan Mental

Menjadi sehat secara fisik mungkin sudah banyak yang tahu. Lalu bagaimana dengan sehat secara mental? Apa saja kriteria seseorang sehat mental? Menurut World Health Organization (WHO) makna dari kesehatan mental adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang lengkap. Jadi bukan hanya adanya penyakit atau ketidakmampuan. Selain itu, WHO juga menjabarkan tentang empat kriteria yang menjadi tanda seseorang itu sehat secara mental. Empat kriteria itu yakni mampu mengelola stres yang wajar; mampu bekerja secara produktif; mampu mengenali dan mengembangkan potensi diri. Juga mampu memberikan kontribusi secara aktif di lingkungan sekitar.

Kalau berbicara teori, menarik teori dari Carol Ryff, psikolog asal Amerika Serikat yang menyinggung tentang membentuk kesejahteraan psikologis individu. Sehingga bisa sehat secara mental. Teori ini bernama six model of psychological well-being. Seperti namanya, teori ini menyebutkan ada enam aspek yang bisa membantu kita untuk mencapai kesehatan mental.

Aspek Self Acceptance

Dari keenam aspek itu, Satu Persen Indonesian Life School membahas satu aspek yakni self acceptance atau penerimaan diri. Aspek ini membuat kita bisa menerima semua hal baik itu yang positif atau negatif yang ada di dalam diri. Bukan hanya menerima semua yang ada tetapi juga berdamai dengan kegagalan yang kita alami. “Ini adalah jawaban buat Anda yang bertanya-tanya bagaimana caranya menjadi sehat mental,” ungkapnya.

Lalu mengapa harus memulai dari self acceptance untuk menjadi sehat mental? Hal ini karena selain dapat membantu kita sehat secara psikologis juga membantu kita self love atau mencintai diri sendiri. Ada banyak keuntungan jika Anda sudah memiliki self acceptance yang baik sehingga bakal mampu lebih berkembang. Simak video dari Satu Persen ini untuk mengetahui lebih banyak tentang mental yang sehat.

Tonton Video : Tips Langkah-langkah Menjadi Sehat Mental

2.     Orang dengan Penyakit Mental Selalu Harus Berobat ke RSJ

Ini mungkin stigma paling umum yang terkait dengan penyakit mental. Masyarakat memandang orang-orang seperti itu sebagai orang yang tak terkendali dan bisa melakukan kekerasan.

Namun sebaliknya, ada beberapa orang yang menderita gangguan jiwa karena peristiwa kekerasan yang menimpanya. Kebanyakan, orang dengan penyakit mental yang tidak terlalu parah tidak perlu mendapat perawatan di rumah sakit. Ini hanya kasus ketika orang tersebut mampu melukai diri sendiri atau merugikan orang lain.

Baca Selengkapnya : Myth Buster : Lima Mitos dan Stigma Kesehatan Mental

3.    Mitos : Penyakit Mental Menular

Kalau yang Anda takutkan adalah penularan, lebih takutlah kepada flu daripada gangguan kejiwaan. Artinya, gangguan jiwa tidak menular.

Gangguan jiwa merupakan penyakit yang memengaruhi otak sehingga menggangu keseimbangan kimiawi. Misalnya,  penderita depresi terbukti memiliki serotonin yang rendah.

Kemunculan gejalanya bisa muncul oleh peristiwa dalam hidup yang meninggalkan dampak atau trauma yang besar pada kepribadian dan perilaku seseorang. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat berupa kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, pelecehan anak, atau stress berat jangka panjang.

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) Kementerian Kesehatan, terdapat sekitar 14 juta orang di Indonesia yang memiliki gangguan jiwa ringan seperti gangguan kecemasan atau depresi, dan 400.000 ODGJ berat seperti skizofrenia — atau yang biasa kita sebut “gila”.

Di Amerika Serikat, 43,8 juta orang dewasa hidup dengan gangguan kejiwaan. Bayangkan kalau menular. Betapa akan besar angka duplikasi karena penularannya.

Bisa diturunkan dari orangtua

Meskipun bukan penyakit menular, gangguan kejiwaan dapat terkatagori sebagai penyakit keturunan.

Gangguan jiwa umum terjadi pada orang yang keluarga sedarahnya juga memiliki gangguan kejiwaan. Gen tertentu dapat meningkatkan risiko Anda terkena gangguan kejiwaan. Hanya perlu stres berat atau kejadian traumatis dalam hidup Anda untuk memicu gen tersebut aktif.

Tidak menular, namun bisa didapat

Seperti yang umum kita ketahui, gen tertentu yang Anda warisi dari salah satu atau kedua orangtua Anda dapat meningkatkan risiko terkena gangguan kejiwaan. Situasi penuh stres atau kejadian traumatis dalam hidup Anda di masa lalu dapat memicu gen tersebut aktif.

Misalnya saja, pola asuh orangtua yang terlalu keras, menerima kekerasan atau pelecehan fisik dan atau seksual semasa kecil, stres berat jangka panjang. Atau justru asupan alkohol atau obat-obatan yang Anda lakukan dengan santai.

Kerusakan otak yang dapat memicu gangguan kejiwaan juga bisa terjadi karena penyalahgunaan alkohol atau narkoba, cedera berat pada kepala, atau cacat saat lahir.

‘Menular’ secara emosional

Penelitian Golberstein dan kawan-kawan pada 10.000 mahasiswa tahun pertama yang tinggal asrama kampus, menunjukkan bahwa gangguan kecemasan dapat “menular”.

Begitu pun halnya dengan depresi, meskipun ternyata kemudian hanya berlaku buat pria. Penelitian juga menemukan bahwa ternyata depresi lebih menular ketika orang yang mengalami depresi enggan mengeluarkan unek-uneknya.

Baca Selengkapnya : Gangguan Jiwa, Benarkah Bisa Menular?

4.    Mitos : Penyendiri Tanda Sakit Mental

Setiap orang memiliki kenyamanan yang berbeda. Ada orang senang menghabiskan waktu bersama dengan orang lain, dan ada juga yang senang menghabiskan waktu sendirian.

Orang yang suka keramaian sering dipandang sebagai pribadi yang supel dan menyenangkan. Namun berbeda terbalik dengan orang yang suka kesendirian. Hobi menyendiri seringkali diasosiasikan dengan gangguan kesehatan mental.

Bila seseorang suka menyendiri dan menarik diri, seseorang bisa langsung dicap punya gangguan mental. Tunggu dulu, jangan asal tebak dan menghakimi.

Meski menyendiri bisa jadi tanda seseorang memiliki gangguan mental, namun hobi menyendiri juga bisa merupakan karakter alami seseorang yang biasa disebut introvert.

Makanya, lebih baik kita cari tahu terlebih dahulu, beda perilaku menyendiri yang normal dan mana yang mengarah pada gangguan kesehatan mental.

Menyendiri Sebagai Tanda Gangguan Mental

Salah satu gangguan mental yang ditandai dengan hobi menyendiri atau menarik diri dari lingkungan sosial adalah social axcienty disorder atau gangguan kecemasan sosial. Kondisi di mana seseorang merasa ketakutan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Munculnya rasa takut ini dibarengi dengan tingkat kesadaran diri yang tinggi dan perasaan akan dinilai secara negatif oleh orang lain. Alhasil, pemikiran dan kondisi ini berujung pada keputusan untuk menghindar dan memilih untuk menyendiri. Biasanya tindakan ini berujung pada perasaan rendah diri, merasa dipermalukan, dan depresi.

Bagaimana kita tahu jika seseorang yang hobi menyendiri ini memiliki gangguan kecemasan sosial? Jika seseorang terlihat gelisah saat berada di keramaian, namun terlihat jauh lebih tenang setelah menyendiri maka bisa menjadi tanda bahwa ia mengalami gangguan mental berupa social anxiety. Ingatlah, social anxiety disorder merupakan salah satu gangguan mental serius sehingga harus ditangani oleh seorang profesional.

Menyendiri karena Karakter Introvert

Pada dasarnya, semua orang punya sisi introvert dan extrovert sendiri. Tapi, biasanya ada kepribadian yang lebih dominan di dalam diri kita. Jika extrovert adalah pribadi yang terbuka dan mendapatkan energi dari lingkungan sekitarnya, maka introvert adalah kepribadian yang cenderung lebih fokus dengan dunianya sendiri.

Dengan sifatnya itu, pemilik kepribadian introvert seringkali dikaitkan dengan sifat pemalu dan pendiam. Padahal sebenarnya, orang introvert lebih senang memproses sesuatu secara internal. Mereka juga lebih menikmati obrolan intim dan berkualitas dengan sedikit orang atau secara empat mata. Dibandingkan berkumpul dengan sekelompok orang dalam jumlah besar.

Namun satu yang perlu digarisbawahi, memiliki kepribadian introvert tidak menjadikan seseorang pasti takut akan interaksi sosial. Walau sering atau lebih senang sendiri, tetapi orang-orang introvert tetap bisa berfungsi dengan baik. Bahkan, tugas bisa diselesaikan lebih optimal. Mereka juga tidak selalu merasa cemas dan panik ketika harus bersosialisasi.

Menyendiri Sebagai Perubahan Sikap

Ada juga seseorang yang tadinya tenang-tenang saja di keramaian dan aktif bersosialisasi, kini menarik diri dan lebih memilih menyendiri. Apakah punya gangguan yang sama? Belum tentu. Bisa saja keputusan untuk menyendiri itu diambil seseorang dengan dilatarbelakangi oleh background masalah tertentu. Perlu analisa lebih lanjut akan penyebab dirinya tiba-tiba menjadi penyendiri. Namun tetap saja penegakan diagnosis gangguan kesehatan mental hanya bisa dilakukan oleh profesional.

Jadi, jangan langsung melabeli orang pendiam atau orang yang hobi menyendiri dan menarik diri itu pasti memiliki gangguan kesehatan mental, ya.

Baca Selengkapnya : Hobi Menyendiri, Tanda Kena Gangguan Mental?

5.    Mitos : Sering Bicara Sendiri Berarti Mental Terganggu

Berbicara sendiri kelihatannya seperti tindakan konyol, tetapi ternyata menjadi bagian integral dari kesehatan mental Anda. Self-talk atau tindakan berbicara kepada diri sendiri bisa berdampak pada tingkat stres, daya ingat, dan lainnya.

Studi menunjukkan bahwa sifat atau suasana self-talk tergantung pada kepribadian dan kemampuan mengatasi depresi masing-masing individu. Jika Anda memiliki cara berpikir positif, tentu dapat menjadi alat manajemen stres yang efektif. Namun bisa sebaliknya mengingat berbicara kepada diri sendiri bisa positif dan negatif.

Apa itu self-talk positif?

Pakar kesehatan mental menyatakan bahwa orang yang optimis memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Pembicaraan diri yang negatif dapat berdampak negatif pada hidup Anda. Cara yang sama berbicara kepada diri sendiri yang positif dapat memberikan pengaruh positif pada hidup dan membantu mengembangkan kepribadian Anda.

Untuk membantu meningkatkan keterampilan bicara kepada diri sendiri yang positif, Anda perlu mengetahui berbagai jenis self talk yang negatif seperti dikutip dari Boldsky.

Membesar-besarkan: Biasanya orang seperti ini fokus pada aspek-aspek negatif dari suatu situasi, mengabaikan apa pun kemungkinan positif.

Polarisasi: Anda cenderung melihat dunia dalam warna hitam dan putih. Tidak ada di antara dan tidak ada jalan tengah untuk memproses dan mengkategorikan peristiwa kehidupan apa pun.

Catastrophising: Di sini, Anda tidak mengharapkan apa pun kecuali yang terburuk, dan Anda jarang membiarkan logika atau alasan memengaruhi Anda.

Personalisasi: Salah satu jenis self-talk yang paling umum, di sini Anda menyalahkan diri sendiri atas segalanya.

Seseorang harus mengalihkan perhatian mereka dari self-talk negatif dan mengubahnya menjadi self-talk dan pemikiran yang positif. Sebuah studi telah menunjukkan bahwa atlet menggunakan self-talk positif sebagai cara untuk meningkatkan kinerja mereka, yang dapat membantu mereka bertenaga melalui aktivitas fisik.

Apa manfaat dari self-talk positif?

Para peneliti terus mengeksplorasi efek dari self-talk positif terhadap kesehatan dan mentalitas seseorang secara keseluruhan.

Pembicaraan diri yang positif, yang dapat membantu pandangan hidup yang positif dapat memberikan manfaat berikut:

·       Mengurangi tingkat stres

·       Meningkatkan vitalitas

·       Meningkatkan kepuasan mental dan emosional

·       Membantu kesejahteraan fisik

·       Meningkatkan keterampilan pengambilan keputusan

·       Konsentrasi yang lebih baik

·       Mengatasi lebih baik keterampilan

·       Dalam perspektif kesehatan, self-talk positif dikatakan memiliki manfaat kesehatan berikut:

·       Peningkatan fungsi kekebalan

·       Kesehatan kardiovaskular yang lebih baik dan risiko kematian yang lebih rendah akibat penyakit kardiovaskular

·       Tingkat depresi yang lebih rendah

·       Mengurangi tingkat nyeri

Studi menunjukkan bahwa orang yang mengikuti self-talk positif memiliki keterampilan mental yang memungkinkan mereka memecahkan masalah dengan lebih efisien dan efektif. Self-talk positif efektif membantu mengelola tingkat stres Anda. Dengan berpikir positif dan menghadapi tantangan, Anda secara alami mengurangi tingkat stres dan kecemasan.

Bagaimana Anda memulai dengan self-talk positif?

Hal pertama dan terpenting yang harus dilakukan adalah, mengenali pemikiran negatif Anda, dan berusaha mengubahnya menjadi pemikiran positif. Meskipun lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, setiap orang, dengan kesabaran dan latihan, dapat memperbaiki self-talk negatif.

Mulailah menyadari ketika Anda menyalahkan atau merendahkan diri sendiri dan membalikkan pikiran itu. Misalnya, jika Anda belum berhasil menjalankan suatu tugas, alih-alih menyalahkan diri sendiri, beri selamat kepada diri sendiri karena telah berusaha dan memotivasi diri Anda untuk berbuat lebih baik di lain waktu.

Evaluasi self-talk Anda, yaitu, setelah memulai kebiasaan self-talk, evaluasi self-talk Anda dan periksa apakah hal itu menjadi negatif.

Temukan cara untuk tertawa, karena hal itu dapat membantu menurunkan tingkat stres dan dapat menjadi pendorong untuk pembicaraan diri yang positif. Tonton video lucu atau habiskan waktu dengan hewan peliharaan Anda.

Kelilingi diri Anda dengan orang-orang yang positif. Penelitian menunjukkan bahwa Anda dapat menyerap pandangan dan emosi orang-orang di sekitar Anda.

Beri diri Anda afirmasi positif setiap hari, misalnya dengan membaca kutipan positif atau gambar yang menginspirasi dapat mengalihkan pikiran Anda.

Yang terpenting, ikuti gaya hidup sehat yang mencakup olahraga selama sekitar 30 menit hampir setiap hari dalam seminggu dan diet sehat untuk menyehatkan pikiran dan tubuh Anda.

Baca Sendiri : Berbicara Sendiri Dapat Mengurangi Stres?

6.    Mitos : Stress Penyebab Utama Sebabkan Rambut Beruban

Stres memainkan peran kunci dalam seberapa cepat rambut berubah menjadi memutih alias beruban. Namun para ahli mengatakan stres hanyalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan uban. Genetika juga memainkan peran penting.

Para ilmuwan telah lama memahami beberapa hubungan yang mungkin terjadi antara stres dan rambut beruban. Tetapi penelitian baru dari Universitas Harvard di Massachusetts ini menyelidiki lebih dalam mekanisme yang sebenarnya terjadi di kulit kepala Anda.

Tes awal para peneliti mengamati dengan cermat kortisol, "hormon stres" yang melonjak di dalam tubuh ketika seseorang mengalami tekanan. Kortisol memang memiliki fungsi pada tubuh yang penting, tetapi peningkatan zat ini dalam jangka panjang berhubungan dengan potensi kesehatan yang negatif.

Namun sebenarnya pelakunya adalah bagian yang berbeda yakni sistem saraf simpatik. Saraf ini ada di seluruh tubuh, termasuk menyusup ke setiap folikel rambut. Bahan kimia yang dilepaskan selama respons stres - khususnya norepinefrin - menyebabkan sel induk penghasil pigmen aktif sebelum waktunya, menghabiskan "cadangan" warna rambut.

“Dampak merugikan dari stres yang kami temukan melampaui apa yang saya bayangkan,” Ya-Chieh Hsu, PhD, seorang penulis studi utama dan profesor sel punca dan biologi regeneratif di Harvard. “Hanya dalam beberapa hari, semua sel induk regenerasi pigmen hilang. Setelah hilang, Anda tidak dapat membuat pigmen lagi. Kerusakannya permanen. "

Tetapi stres bukanlah satu-satunya atau bahkan yang utama, alasan kebanyakan orang beruban. Dalam kebanyakan kasus, ini alasannya adalah genetika sederhana.

Folikel rambut

“Rambut beruban akibat hilangnya melanosit (sel pigmen) di folikel rambut. Hal ini terjadi seiring bertambahnya usia dan, sayangnya, tidak ada pengobatan yang dapat memulihkan sel-sel ini dan pigmen yang mereka hasilkan, melanin,” tambah Dr. Lindsey A. Bordone, seorang dokter kulit di Columbia Doctors dan asisten profesor dermatologi di Columbia University Medical Center di New York, kepada Healthline.

“Faktor genetik menentukan kapan Anda menjadi abu-abu. Tidak ada yang dapat dilakukan secara medis untuk mencegah hal ini terjadi "

Itu tidak berarti faktor lingkungan seperti stres tidak berperan. Merokok, misalnya, adalah faktor risiko yang diketahui menyebabkan uban dini, menurut sebuah studi 2013. Jadi hentikan kebiasaan itu jika Anda ingin mempertahankan warna itu lebih lama.

Faktor lain yang berkontribusi terhadap uban prematur termasuk kekurangan protein, vitamin B-12, tembaga, dan zat besi serta penuaan yang sebagian akibat akumulasi stres oksidatif.

Stres itu terpacu oleh ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh Anda yang dapat merusak jaringan, protein, dan DNA, kata Kasey Nichols, NMD, seorang dokter Arizona dan pakar kesehatan di Rave Reviews.

Perubahan yang dapat Anda lakukan untuk menunda uban prematur termasuk makan makanan tinggi asam lemak omega-3 seperti kenari dan ikan berlemak. Juga tidak menghabiskan terlalu banyak waktu di bawah sinar ultraviolet matahari yang merusak kulit dan rambut, dan mengonsumsi vitamin B -12 dan suplemen vitamin B-6.

Meskipun demikian, jika Anda menjadi beruban secara prematur, tidak ada salahnya untuk menjalani pemeriksaan untuk berjaga-jaga kalau-kalau faktor genetik alami bukan penyebab tunggal.

Penemuan masa depan

Penelitian Harvard baru hanyalah penelitian tikus, jadi mereplikasi hasil yang sama dalam penelitian manusia masih perlu untuk memperkuat temuan. Tetapi penelitian Harvard memiliki implikasi yang jauh melampaui rambut beruban, dengan perubahan warna rambut hanyalah satu tanda nyata dari perubahan internal lainnya sebagai akibat dari stres berkepanjangan.

“Dengan memahami bagaimana stres memengaruhi sel punca yang meregenerasi pigmen, kami telah meletakkan dasar untuk memahami bagaimana stres memengaruhi jaringan dan organ lain di tubuh,” kata Hsu. “Memahami bagaimana jaringan kita berubah di bawah tekanan adalah langkah penting pertama menuju pengobatan. Sehingga pada akhirnya dapat menghentikan atau mengembalikan dampak merugikan dari stres.”

Mungkinkah itu juga berarti suatu hari akan menghentikan dan mengembalikan rambut Anda kembali hitam? Terlalu dini untuk mengatakannya. “Kami masih harus banyak belajar di bidang ini,” kata Hsu.

Baca Selengkapnya : Mengapa Stres Menyebabkan Rambut Beruban?

7.    Mitos : Stress Bisa Disembuhkan dengan Makan

Anda pernah mengalami stres kemudian melampiaskannya dengan banyak makan dan ngemil? Itulah yang disebut stress eating atau emotional eating. Fenomena ini adalah wajar namun bisa berdampak buruk pada kesehatan Anda.

Orang yang mengalami stress eating akan mengonsumsi makanan beberapa kali dalam sehari untuk menekan dan menenangkan perasaan negatif. Hal ini berakibat buruk terhadap peningkatan berat badan. Oleh karena itu, berikut ini beberapa cara mengatasi stress eating menurut sfidn:

1. Ketahui Pemicunya

Sebelum masuk ke dalam siklus stress eating, Anda perlu mengetahui penyebabnya. Ada beberapa penyebab stress eating yang umumnya dirasakan seseorang, di antaranya adalah bosan, jenuh, dan sedih. Untuk mengetahui pemicunya, Anda dapat memberi jeda saat merasakan lapar dan waktu konsumsi makanan. Lakukan evaluasi terhadap apa yang sedang Anda rasakan sebelum mengonsumsi makanan.

2. Hindari Camilan Tidak Sehat

Jika ini telah menjadi kebiasaan Anda, hindari mengonsumsi camilan tak sehat. Anda dapat menyiapkan stok camilan sehat, seperti buah atau makanan rendah kalori untuk mendapatkan nutrisi yang baik. Mengonsumsi camilan sehat memungkinkan Anda lebih memahami dan mengenali rasa lapar yang dirasakan. Jadi, Anda dapat lebih mudah membedakan physical hunger dan emotional hunger.

3. Atur Jadwal Makan

Mencatat jenis makanan dan waktu mengonsumsi makanan dapat membantu Anda mengidentifikasi pemicu stress eating. Anda dapat mencatat jadwal tersebut dengan buku catatan atau dalam notes handphone. Cobalah memasukkan semua yang Anda makan, baik dalam jumlah besar maupun kecil. Hal ini juga berguna saat Anda mulai mencari bantuan medis.

4. Minum Air yang Cukup

Dehidrasi dapat menjadi salah satu penyebab stress eating. Pastikan kebutuhan air dalam tubuh Anda tercukupi. Berdasarkan beberapa studi, ada korelasi antara dehidrasi berat dan risiko obesitas. Air mineral juga dapat meningkatkan mood, energi, dan memperbaiki pola makanan. Selain air mineral, Anda juga bisa menambahkan potongan buah segar untuk dijadikan infused water. Pastikan untuk tidak menambahkan pemanis.

5. Tetap Aktif Beraktivitas

Sebagian orang merasa puas dengan melakukan olahraga secara teratur. Anda bisa melakukan beberapa olahraga ringan, seperti workout dengan alat-alat olahraga di rumah untuk meredakan makan saat stres. Selain itu, yoga juga bisa Anda pilih untuk mencegah dan meredakan emosi yang kurang stabil.

6. Meditasi

Ada beberapa studi yang mendukung meditasi untuk mencegah gangguan makan berlebihan saat stress. Menarik napas saat meditasi akan membuat Anda fokus dan mencegah stres. Dengan demikian, meditasi dapat menenangkan pikiran Anda.

7. Cara Lain Atasi Stres

Menemukan cara lain untuk mengatasi emosi negatif adalah langkah pertama untuk mengatasinya selama pandemi COVID-19. Ada beberapa cara lain untuk mengatasi stres, misalnya membaca buku, mengubah pola pikir menjadi lebih positif, dan menonton film favorit.

Baca Selengkapnya : Stress Eating, Meredakan Stres Tetapi Membawa Masalah

8.    Mitos : Psikolog dan Psikiater Sama

Dalam penanganan masalah kejiwaan, psikolog dan psikiater sering menjadi tempat peraduan. Meski keduanya berhubungan erat dengan masalah psikologis atau mental, tapi terdapat perbedaan mendasar antara kedua profesi ini.

Agar tak salah langkah ketika ingin menyelesaikan permasalahan mental, ada baiknya Anda cari tahu dahulu perbedaan antara psikolog dan psikiater berikut ini.

Apa Itu Psikolog?

Psikolog adalah ahli kejiwaan yang bisa menangani bergama kasus psikologis. Sejumlah penanganan yang bisa psikolog lakukan meliputi, mendiagnosa kejiwaan pasien dan memberikan terapi.

Psikolog juga berkompeten untuk memberikan tes psikologi, seperti tes IQ, minat dan bakat. Nantinya, jawaban dari pasien yang menjadi acuan diagnosa kejiawaan seseorang.

Untuk menjadi psikolog, Anda harus lulus dari Fakultas Psikologi sebagai sarjana Psikologi terlebih dahulu. Kemudian, melanjutkan ke jenjang pendidikan psikologi profesi untuk mendapat lisensi sebagai psikolog.

Apa Itu Psikiater?

Psikiater adalah dokter dengan spesifikasi kejiwaan sebagai peminatan profesinya. Dalam hal penanganan kejiawaan, psikiater mampu mendiagnosa pasien dengan kondisi yang cenderung rumit, seperti gangguan bipolar hingga skizofrenia.

Tak hanya itu, psikiater juga bisa meresepkan sejumlah obat untuk pasien yang mendatanginya. Dokter psikiater pun bisa memberikan rujukan tindakan lain seperti terapi stimulasi otak hingga pemeriksaan laboratorium.

Berbeda dengan psikolog yang berawal dari jurusan psikologi, psikiater harus menempuh sarjana kedokteran terlebih dahulu. Kemudian melanjutkan pendidikan selama empat tahun di bidang psikiatri.

Psikolog dan Psikiater Beri Penanganan Berbeda

Pada dasarnya, keduanya memiliki area permasalahan yang sama, yaitu masalah kejiwaan. Masalah ini meliputi cara kerja otak, emosi, perasaan dan pikiran yang mempengaruhi perkembangan manusia.

Mengutip dari WebMD, Kedua profesi ini juga memiliki upaya penyelesaian cukup serupa, yaitu, terapi, konseling, diagnosa hingga pencegahan.

Psikolog dan psikiater dalam praktiknya bisa bekerja sama untuk memberikan terapi yang terbaik untuk pasien. Misalnya, ada pasien yang datang ke psikolog dengan gangguan jiwa, psikolog bisa memberikan diagnosa dan terapi psikososial.

Kemudian, jika ada gejala berlanjut yang membutuhkan penanganan obat-obatan, psikiater bisa mengambil alih dan meresepkan sejumlah obat yang bisa pasien konsumsi.

Harus ke Mana Jika Punya Gangguan Mental?

Anda bisa datangi psikolog terlebih dahulu jika mengalami depresi ringan

Jika Anda memiliki gangguan pada psikologis, Anda bisa datang terlebih dahulu ke psikolog, untuk mendapat konseling. Psikolog akan merujuk Anda ke psikiater semisal Anda perlu diberi tindakan lanjutan.

Meski begitu, ada beberapa kondisi yang mengharuskan pasien untuk dibawa langsung ke psikiater. Contoh kasusnya seperti depresi atau skizofrenia yang sudah parah hingga merujuk ke tindakan melukai diri sendiri hingga bunuh diri.

Keduanya bisa saling melengkapi untuk memberikan penanganan yang terbaik bagi gangguan kejiwaan. Namun, karena psikolog tidak memiliki wewenang untuk meresepkan obat-obatan, psikiater memiliki jangkauan lebih luas.

Baca Selengkapnya : Banyak yang Keliru, Ini Perbedaan Psikolog dan Psikiater

9.    Mitos : Sering Main Video Game Menyebabkan Sakit Mental

Sebuah studi baru bisa menjadi kabar gembira bagi para pecinta video game. Studi ini menemukan korelasi positif antara waktu untuk bermain dengan kesehatan mental. Artinya efek main game positif untuk kesehatan mental. Kok bisa?

"Bertentangan dengan banyak ketakutan orang tua bahwa waktu bermain yang berlebihan akan menyebabkan kecanduan dan kesehatan mental yang buruk, kami menemukan hubungan positif kecil antara bermain game dan kesejahteraan," ungkap studi Oxford Internet Institute.

Penelitian fokus pada dua permainan yakni "Animal Crossing: New Horizons" dan "Plants vs Zombies: Battle for Neighborville." Para peneliti bekerja sama dengan pencipta game Nintendo untuk Animal Crossing dan EA untuk Plants vs Zombies. Studi ini melibatkan 3.274 gamer yang berusia di atas 18 tahun.

Riset ini melacak jumlah waktu survei responden ketika bermain game, dan menggabungkannya dengan survei kesehatan mental pemain. “Ini adalah langkah awal menuju metode baru untuk mempelajari game dengan cara yang lebih bermakna dan bernuansa,” kata Profesor Andrew Przybylski, pimpinan studi seperti dikutip dari Insider.

Pimpinan studi Profesor Andrew Przybylski mengatakan kepada Business Insider bahwa ini adalah langkah maju yang besar untuk penelitian tentang efek psikologis dari bermain video game.

Langkah maju

Penelitian sebelumnya meminta subjek untuk memperkirakan berapa banyak waktu yang mereka habiskan untuk bermain. Tapi kali ini langkah maju yang besar untuk penelitian tentang efek psikologis dari bermain video game.

Untuk studi ini, Nintendo dan EA menjangkau pemain reguler game mereka untuk ambil bagian dalam studi tersebut. Responden kemudian mendapat kode kunci pengenal unik, yang mereka masukkan saat menyelesaikan survei Oxford.

Oxford kemudian mengirim kunci kembali ke Nintendo dan EA, yang pada gilirannya merilis data pemain. "Dengan begitu, sepertinya tidak ada yang memiliki kedua bagian dari teka-teki itu," kata Przybylski. "Studi ini sebenarnya membuat kami mengamati para gamer dengan stopwatch," kata Przybylski.

Menjangkau subjek melalui Nintendo dan EA sangat membantu, karena penelitian sebelumnya telah mencari responden di tempat-tempat seperti Reddit dan forum kecanduan game, yang meningkatkan kemungkinan bahwa pemain bermasalah menjadi bagian dari sampel.

Przybylski menekankan bahwa penelitian tersebut tidak pasti, dan disertai dengan peringatan besar. "Ini adalah dua game dari sejuta (game) ini adalah video game sosial, dan ini hanya korelasi," katanya.

Selama ini studi yang hanya mempelajari waktu saat untuk bermain game tidak cukup untuk mendapatkan pemahaman yang tepat tentang game. "Ini akan seperti mempelajari nutrisi jika yang Anda miliki hanyalah jumlah waktu yang dihabiskan orang di restoran," katanya.

Baca Selengkapnya : Efek Main Game Malah Bantu Kesehatan Mental?

10. Kesimpulan

Bukan hanya menjaga kesehatan fisik, kesehatan mental juga harus kita jaga. Empat kriteria sehat secara mental menurut WHO adalah, mampu mengelola stres yang wajar, mampu bekerja secara produktif, mampu mengenali dan mengembangkan potensi diri. Juga mampu memberikan kontribusi secara aktif di lingkungan sekitar. Dengan demikian, apabila merasa ada salah satu dari keempat kriteria tersebut yang benar-benar terganggu, ada baiknya kita memberi perhatian terhadap kesehatan mental kita. Bisa dengan menata kembali kehidupan kita, atau mencari bantuan profesional.

Banyak kepercayaan tentang kesehatan mental yang berkembang di masyarakat, namun kita harus lebih selektif dengan informasi yang beredar. Apabila memerlukan pertolongan untuk mengatasi permasalahan kesehatan mental, kita bisa mencari psikolog maupun psikiater. Jangkauan psikiater lebih luas darupada psikolog, karena bisa meresepkan obat-obatan.


Apakah artikel ini membantu anda?

Kami menggunakan cookie untuk memastikan bahwa kami memberikan pengalaman terbaik untuk Anda.
Jika Anda terus menggunakan situs ini, kami akan menganggap Anda menyukai website ini.