Panjang Usia dengan Sedikit Duduk, Banyak Bergerak

1
header-img
  • Berapapun durasi untuk berolahraga tetap menurunkan risiko kematian.
  • Bergerak bisa membuat tubuh lebih segar dan sehat.
  • Perusahaan modern menyediakan banyak fasilitas olahraga agar karyawan lebih sehat.

noDokter - Pandemi virus corona dan anjuran di rumah saja kadang membuat kita malas untuk bergerak. Sudah terlanjur nyaman di rumah sambil nonton TV, atau melewatkan banyak waktu di meja depan komputer karena tuntutan work from home. Ternyata apa yang kita lakukan itu tak sepenuhnya baik untuk tubuh dan ada kaitannya dengan panjang usia.

Sebuah hasil penelitian yang terbit pada American Journal of Epidemiology menyebut bahwa risiko kematian lebih banyak menimpa orang yang kesehariannya lebih banyak duduk. Studi tahun lalu itu berusaha menyadarkan orang untuk lebih sedikit duduk agar bisa menikmati hidup lebih lama.

Kok bisa begitu?

“Jika kira punya pekerjaan atau gaya hidup yang membuat kita lebih banyak duduk, ada baiknya menurunkan risiko kematian dini dengan lebih sering bergerak, selama yang Anda inginkan dan sesuai dengan kemampuan Anda,” kata Keith Diaz, peneliti.

Kesimpulan itu berdasarkan penelitian yang melibatkan 8.000 orang dewasa di Amerika Serikat, berusia 45 tahun ke atas. Mereka mengenakan monitor aktivitas fisik selama empat hari, antara tahun 2009-2013.

Para peneliti kemudian melacak kematian di antara peserta tadi hingga tahun 2017. Hasilnya? Mereka yang mengganti 30 menit kebiasaan duduknya per hari dengan aktivitas fisik berintensitas rendah, ternyata menurunkan risiko kematian dini sebesar 17 persen.

Sementara, kebiasaan yang sama berganti dengan latihan berintensitas lebih besar mampu mengurangi risiko kematian dini hingga 35 persen. Menariknya, meskipun peserta mengganti dengan aktivitas fisik hanya dengan 1-2 menit saja, tetap memberikan tambahan manfaat.

Artinya, daripada orang yang banyak melewatkan waktunya dengan duduk saja, mereka yang memilih menggantinya dengan bergerak atau berolahraga dengan intensitas berapa saja, tetap memiliki risiko kematian yang lebih rendah.

"Aktivitas fisik dengan intensitas apa pun memberikan manfaat kesehatan," tambah Diaz.

Jadi Pembunuh

Senada dengan hasil penelitian, beberapa ahli kesehatan jantung pun percaya bahwa tingkat ketidakaktifan seseorang diam-diam bisa menjadi pembunuh. Menurut mereka, olahraga, pada setiap tingkat risiko penyakit kardiovaskular, terbukti meningkatkan tidak hanya berapa lama seseorang hidup, tetapi juga menurunkan risiko serangan jantung dan stroke.

Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan? Ya, bergerak. Apapun olahraga yang kita lakukan dengan benar, tetap memberikan manfaat pada tubuh, serta mampu mengurangi risiko kematian. Karena dengan berolahraga, tubuh kita pun tampak segar dan sehat.

Kesadaran akan pentingnya olahraga dirasakan benar oleh banyak perusahaan. Google misalnya, mereka mencatat pentingnya olahraga. Konsekuensi merusak (tubuh) dengan tidak banyak bergerak akan muncul, termasuk peningkatan obesitas, diabetes, dan penyakit jantung.

Jadi jangan heran jika perusahaan modern seperti Google pun mendorong karyawannya untuk berolahraga. Mereka menyediakan beragam fasilitas olahraga di kantor, seperti fasilitas untuk main pingpong, melakukan peregangan, jalan kaki, treadmill, atau bahkan sepeda statis. Perusahaan rasanya ingin mendorong karyawan untuk bangun dari meja kerja mereka, untuk kemudian berolahraga.

Budaya olahraga di perusahaan bukan hanya menguntungkan karyawan, dengan makin kecilnya risiko kematian, tapi juga perusahaan. Karena jika karyawan sehat, produktivitas lebih tinggi, hari sakit karyawan lebih sedikit, serta biaya kesehatan jadi lebih rendah dan moral meningkat.

Sama-sama diuntungkan, bukan? (*)

Photo by Jonathan Borba from Pexels


Apakah artikel ini membantu anda?

Kami menggunakan cookie untuk memastikan bahwa kami memberikan pengalaman terbaik untuk Anda.
Jika Anda terus menggunakan situs ini, kami akan menganggap Anda menyukai website ini.