Migrain (Sakit Kepala)

1
header-img

www.nodokter.com - Migrain adalah sakit kepala yang terasa berdenyut, dan biasanya terjadi pada satu sisi kepala saja. Migrain merupakan penyakit saraf, yang dapat menimbulkan gejala, seperti mual, muntah, serta sensitif terhadap cahaya atau suara. Serangan migrain dengan rasa nyeri yang mengganggu dapat berlangsung selama beberapa jam atau beberapa hari.

Migrain lebih sering diderita oleh wanita dibandingkan pria. Menurut hasil penelitian WHO, dari total populasi manusia berusia 18-65 tahun yang melaporkan pernah menderita sakit kepala, sekitar 30 persen di antaranya adalah penderita migrain. Pada penderita migrain, serangan sakit kepala sebelah umumnya muncul pertama kali pada masa pubertas atau migrain pada anak. Serangan migrain akan terasa lebih berat bila muncul di usia 35 hingga 45 tahun.

Berbagai faktor dapat menyebabkan migrain, baik genetik maupun lingkungan. Penanganan untuk penyakit ini adalah melalui kombinasi perawatan mandiri, obat, serta perubahan gaya hidup.

Gejala Migrain

Serangan migrain sering kali terjadi pada masa pubertas. Gejalanya dapat berkembang dalam empat tahap, meski tidak semua penderita mengalami semua tahapan ini. Keempat gejala tersebut terdiri dari:

  • Tahap prodromal. Tahapan ini bisa dimulai satu atau dua hari sebelum serangan sakit kepala. Gejala yang dirasakan pada tahap ini meliputi suasana hati yang berubah-ubah, keinginan untuk mengonsumsi makanan tertentu, leher menjadi kaku, sering menguap, konstipasi, sering merasa haus, dan sering buang air kecil.
  • Aura. Tahap ini bisa terjadi sebelum atau selama migrain. Contohnya adalah gangguan penglihatan, seperti melihat kilatan cahaya dan pandangan kabur. Selain gangguan penglihatan, penderita juga dapat mengalami gangguan verbal, sensorik, dan motorik. Tiap gejala umumnya bermula secara perlahan, dan dapat berkembang atau bertahan selama 20-60 menit.
  • Serangan sakit kepala. Tahap ini dapat berlangsung selama kurang lebih 4-72 jam. Beberapa gejala yang dapat timbul adalah sakit kepala pada satu sisi atau terkadang pada kedua sisi kepala, kepala terasa berdenyut atau kesemutan, pandangan kabur, pening atau pusing, mual dan muntah, serta sensitif terhadap cahaya, suara, penciuman, dan sentuhan.
  • Resolusi. Tahap akhir migrain ini terjadi setelah serangan migrain. Umumnya, resolusi terjadi sekitar 24 jam pasca serangan. Gejala pada tahap ini meliputi perubahan suasana hati, sakit kepala ringan, kelelahan, dan sensitif terhadap cahaya dan suara.

Selain gejala yang berkembang selama keempat tahapan tersebut, beberapa penderita migrain juga dapat merasakan gejala lainnya, seperti:

  • Berkeringat
  • Merasa sangat panas atau sangat dingin
  • Sakit perut
  • Diare
  • Sulit konsentrasi.

Berdasarkan jenis serangannya, migrain dapat dibagi menjadi:

  • Migrain tanpa aura. Sakit kepala terjadi tiba-tiba, tanpa didahului dengan gejala apa pun. Jenis ini yang paling banyak terjadi.
  • Migrain dengan aura. Migrain dengan aura diawali dengan tanda-tanda tahapan aura sebelum sakit kepala muncul, seperti melihat kilatan cahaya.
  • Migrain dengan aura, namun tanpa sakit kepala.Kondisi yang dikenal dengan silent migraine ini diawali dengan semua tanda atau gejala migrain, namun tidak diikuti dengan sakit kepala.

Migrain sebagai Gejala Penyakit Serius

Gejala migrain bisa saja merupakan tanda dari penyakit yang lebih serius, seperti stroke atau meningitis. Gejalanya akan disertai dengan:

  • Sakit kepala tidak tertahankan yang terjadi secara tiba-tiba, dan belum pernah dirasakan sebelumnya.
  • Lengan atau satu sisi wajah terasa lemas atau lumpuh
  • Sakit kepala yang bersamaan dengan demam, kejang, leher kaku, kebingungan, penglihatan ganda, dan ruam kulit
  • Bicara dan gerak bibir sulit dimengerti.

Penyebab Migrain

Hingga saat ini, penyebab migrain belum dapat dipastikan. Namun dalam banyak kasus serangan migrain, ditemui kadar zat kimia dalam otak yang disebut serotonin menurun. Kondisi ini diduga menyebabkan salah satu saraf otak (trigeminal) melepaskan zat kimia yang menuju ke lapisan luar otak (meningen) sehingga menimbulkan nyeri.

Meski penyebabnya belum diketahui, sejumlah faktor berikut ini diduga dapat memicu timbulnya serangan migrain:

  • Perubahan hormon pada wanita. Fluktuasi kadar hormon pada wanita, terutama estrogen, berkaitan erat dengan timbulnya migrain. Sebagian wanita terserang migrain pada saat mengalami penurunan kadar estrogen yang signifikan, seperti sebelum atau selama masa menstruasi, selama masa kehamilan, atau menopause.
  • Pola makan dan minum. Mengonsumsi makanan asin atau makanan olahan, penambahan rasa manis atau rasa gurih (aspartam atau MSG), serta minuman beralkohol atau mengandung kafein dapat memicu serangan migrain.
  • Pemicu dari lingkungan sekitar, seperti asap rokok, aroma parfum atau penghapus cat, dan suara bising.
  • Faktor emosi, seperti stres, gelisah, tegang, depresi, atau terlalu gembira.
  • Faktor fisik dan kebiasaan, seperti kelelahan, kualitas tidur yang buruk, postur tubuh yang buruk, gangguan tidur karena perbedaan waktu saat bepergian (jet lag), pasca olahraga berat, atau hipoglikemia (kadar gula yang rendah).
  • Efek samping konsumsi obat, seperti pil KB atau terapi penggantian hormon.

Selain pemicu di atas, beberapa faktor juga dapat membuat seseorang cenderung mudah mengalami migrain. Di antaranya adalah:

  • Memiliki riwayat keluarga yang mengalami migraine
  • Berjenis kelamin wanita.

Diagnosis Migrain

Diagnosis migrain dapat dilakukan oleh dokter umum atau dokter saraf setelah mengetahui riwayat penyakit pasien dan keluarganya, serta gejala yang dirasakan oleh pasien. Selanjutnya, dokter dapat melakukan pemeriksaan fisik, termasuk kondisi saraf. Untuk memastikan migrain yang dialami bukan disebabkan oleh kondisi lain, maka dokter akan menyarankan beberapa pemeriksaan lanjutan, seperti:

  • Tes darah. Tes ini untuk mengidentifikasi masalah pembuluh darah, infeksi tulang belakang dan otak, atau keberadaan racun dalam tubuh.
  • Pemindaian. Pemeriksaan dengan CT scan atau MRI akan dilakukan untuk mendapatkan gambar otak dan pembuluh darah secara detail.
  • Pungsi lumbal. Pemeriksaan ini dilakukan jika pasien diduga menderita infeksi atau perdarahan otak, dengan mengambil sampel cairan saraf tulang belakang, melalui celah tulang belakang.

Pengobatan Migrain

Migrain sebenarnya tidak dapat disembuhkan, namun pengobatan dapat membantu meredakan gejala bagi penderitanya. Penanganan migrain dilakukan berdasarkan umur, jenis migrain yang dialami, tingkat keparahan migrain, serta kondisi kesehatan penderita. Tujuan penanganan tersebut membantu menghentikan gejala serta mencegah terjadinya serangan migrain berikutnya. Penanganan mandiri yang dapat dilakukan berupa:

  • Beristirahat atau tidur di kamar yang sepi dan gelap.
  • Memijat kepala atau pelipis.
  • Kompres dingin di atas dagu atau di belakang leher.
  • Melakukan relaksasi otot.

Jika penanganan mandiri belum dapat mengatasi gejala migrain, maka penderita dapat mengonsumsi obat-obatan berikut ini.

Obat pereda nyeri

Obat-obatan jenis ini cenderung efektif jika dikonsumsi saat tanda awal serangan migrain muncul. Meski demikian, obat ini memerlukan waktu untuk diserap ke dalam aliran darah. Obat-obatan pereda nyeri yang dijual bebas dan sering digunakan untuk migrain, antara lain adalah paracetamol atau aspirin. Untuk migrain dengan tingkat keparahan sedang, dianjurkan untuk mengonsumsi obat pereda nyeri yang mengandung kafein.

Sebelum mengonsumsi obat-obatan di atas, sebaiknya perhatikan beberapa hal berikut ini:

  • Aspirin tidak direkomendasikan bagi penderita yang berusia di bawah 16 tahun.
  • Pastikan Anda membaca petunjuk penggunaan sebelum mengonsumsi obat-obatan yang dijual bebas.
  • Waspadai efek samping sakit kepala akibat mengonsumsi obat pereda nyeri. Terlalu sering mengonsumsi obat-obatan ini justru dapat membuat kondisi migrain memburuk.
  • Jika obat-obatan yang dijual bebas dirasa tetap tidak efektif, disarankan untuk berkonsultasi kepada dokter.

Triptan

Triptan adalah kelompok obat-obatan yang dapat meredam perubahan zat kimia dalam otak yang menjadi penyebab migrain. Triptan berfungsi menyempitkan pembuluh darah sehingga menghalangi penyaluran rasa sakit pada saraf otak. Obat ini biasa diberikan sebagai pereda nyeri yang khusus untuk sakit kepala dan migraine, dalam bentuk pil, semprot hidung, atau    suntik. Triptan direkomendasikan jika obat-obatan pereda rasa sakit tidak efektif. Contoh obat-obatan triptan adalah sumatriptan.

Triptan tidak direkomendasikan untuk orang-orang yang berisiko menderita stroke dan serangan jantung. Obat jenis ini juga dapat mengakibatkan beberapa efek samping sebagai berikut:

  • Rasa panas, ketegangan, kesemutan, wajah memerah, serta anggota tubuh (terutama wajah dan dada) terasa berat
  • Mual, mulut kering, dan rasa kantuk
  • Pusing dan melemahnya otot.

Obat antiemetik atau antimual

Obat antimual dapat mengatasi migrain pada sebagian penderitanya. Obat ini akan diresepkan dokter bersamaan dengan pereda nyeri dan triptan, dan dapat diberikan dalam bentuk tablet atau suppositoria. Efek samping yang bisa ditimbulkan dari obat-obatan ini adalah diare dan mengantuk.

Di samping pemberian obat, beberapa terapi lainnya dapat membantu meredakan nyeri migrain. Di antaranya adalah akupuntur, relaksasi dengan terapi biofeedback yang merekam aktivitas listrik tubuh, serta terapi perilaku kognitif guna memperbaiki pengaruh pikiran dan respons terhadap rasa nyeri.

Transcranial magnetic stimulation (TMS)

Dalam teknik ini, sebuah perangkat listrik berukuran kecil diletakkan pada kepala untuk mengantarkan aliran magnetik melalui kulit. TMS dapat digunakan untuk meredakan tingkat keparahan sakit kepala yang dialami penderita migrain. Kendati demikian, metode ini bukan penyembuh migrain dan tidak efektif digunakan pada semua penderita. TMS dapat dikombinasikan dengan pemberian obat. Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh metode pengobatan ini, di antaranya adalah sedikit pusing, rasa kantuk dan lelah, tremor, serta mudah gusar. Sejauh ini, belum diketahui efek samping TMS dalam jangka panjang.

Komplikasi Migrain

Meski tergolong jarang, beberapa penderita migrain dapat mengalami:

  • Stroke iskemik. Risiko terkena stroke jenis ini meningkat pada penderita migrain yang memiliki riwayat hipertensi, atau penyakit jantung dan pembuluh darah.
  • Masalah psikologis, seperti depresi, cemas, atau panik.
  • Migrain kronis, di mana serangan migrain bertahan lebih dari 15 hari dalam waktu tiga bulan.
  • Gejala aura yang tidak hilang selama lebih dari 1 minggu usai serangan migrain.
  • Status migrainosus, yaitu serangan migrain parah yang bertahan lebih dari tiga hari.

Sedangkan komplikasi yang dapat timbul akibat penanganan migraine, meliputi:

  • Sakit kepala karena konsumsi obat berlebihan. Kondisi ini terjadi biasanya pada penderita yang mengonsumsi obat sakit kepala selama lebih dari 10 hari atau dalam dosis tinggi.
  • Sindrom serotonin, di mana kadar zat serotonin di dalam tubuh sangat tinggi, sehingga bisa menyebabkan kejang. Risiko ini biasanya terjadi pada penderita yang mengonsumsi obat triptan.
  • Gangguan pada perut. Gangguan ini biasanya disebabkan oleh konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid dalam dosis yang besar dan jangka waktu lama.

Pencegahan Migrain

Migrain tidak dapat disembuhkan sepenuhnya, tetapi kita dapat mengurangi frekuensi serangan penyakit ini semaksimal mungkin. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan migrain adalah:

Mengidentifikasi dan mencegah pemicu migrain

Mengindentifikasi pemicu migrain dapat dilakukan dengan membuat catatan setelah terserang migirain. Pasca serangan migrain, penderita dapat membuat catatan mengenai tanggal dan jam serangan terjadi, tanda- gejala yang muncul, obat yang dikonsumsi, serta kapan gejala berakhir. Dari catatan tesebut, dokter dapat membantu mengidentifikasi pemicunya dan memberi penanganan yang tepat. Contohnya, migrain yang terjadi setelah mengonsumsi makanan tertentu atau terjadi saat kondisi stress, upaya penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan menghindari konsumsi makanan tersebut atau mengendalikan stres agar tidak sampai menimbulkan serangan migrain.

Buat jadwal kegiatan harian yang konsisten

Mengatur pola tidur dan makan yang teratur serta mengendalikan tekanan atau stres dapat mencegah timbulnya serangan migrain. Selain itu, dianjurkan untuk berolahraga secara teratur agar stres dapat berkurang, sehingga dapat mencegah serangan migrain.

Konsumsi obat atau suplemen

Biasanya, dokter akan meresepkan obat jika ada kemungkinan penderita terserang kembali migrain atau jika serangan migrain sering terjadi. Obat pencegah serangan migrain diberikan sesuai pemicunya. Contoh obat-obatan tersebut adalah propranolol untuk mengatasi angina dan hipertensi, serta terapi penggantian hormon (contohnya estrogen) untuk mencegah serangan migrain yang berkaitan dengan hormon.


Apakah artikel ini membantu anda?

Kami menggunakan cookie untuk memastikan bahwa kami memberikan pengalaman terbaik untuk Anda.
Jika Anda terus menggunakan situs ini, kami akan menganggap Anda menyukai website ini.