Lika-Liku Menjalin Hubungan dengan Orang Lain, Kenali Masalah dan Cara Mengatasinya

- Memiliki hubungan dengan orang lain tidak selalu berjalan mulus.
- Baiknya kita memahami diri sendiri dan orang lain dalam menjalin hubungan baik di lingkungan sosial kita.
noDokter- Bersosialisasi dan memiliki hubungan dengan orang lain adalah kebutuhan manusia sebagai mahkluk sosial. Namun, tidak semua individu dapat membangun hubungan pertemanan, persahabatan atau percintaan dengan mudah. Beberapa individu memiliki masalah tersendiri saat membangun hubungan dengan orang lain.
Untuk itu kami merangkum tips dan penjelasan mengenai lika-liku menjalin hubungan dengan orang lain yang dapat membantu Anda.
- Kelola Amarah Agar Bisa Menjaga Hubungan Baik
- Waspadai Interaksi Sosial Bermasalah
- Bantu Orang Lain mengatasi Panic Attack
- Mengenali Masalah Kesehatan Mental Pada Anak
- Menghadapi Keluarga 'Toxic'
- Jaga Hubungan yang Sehat dengan Pasangan
- Terlalu Bergantung Kepada Orang Lain Bisa Jadi Indikasi Gangguan Kepribadian
- Kesimpulan
1. Kelola Amarah Agar Bisa Menjaga Hubungan Baik
Berhubungan dengan orang lain adalah kebutuhan kebanyakan orang. Manusia sebagai makhluk sosial tak bisa terlepas dari interaksi antar sesama dalam kehidupan sehari-hari. Namun, berhubungan dengan orang lain tak selamanya berjalan mulus. Ada lika-liku yang membuat emosi Anda naik turun dan ingin sekali rasanya mengeluarkan amarah jika ada sesuatu yang tidak berjalan baik.
Menahan amarah memang tak mudah, namun mengeluarkan amarah pada setiap permasalahan bahkan untuk hal yang sepele bukan hal yang baik dalam menjalin hubungan baik dengan orang lain.Mengelola amarah bisa membuat Anda menjadi orang yang tidak mudah emosi dan membuat Anda dikenal baik oleh orang-orang sekitar anda. Sulit mengelola amarah menjadi indikasi resiko penyakit seperti hipertensi. Ada beberapa cara memanajemen kemarahan yang dapat membantu Anda dapat mengontrol emosi Anda dengan baik.
Kemarahan dan agresi adalah dua sisi mata uang yang sama. Kemarahan adalah emosi, ketika berubah bentuk menjadi kekerasan, berarti menjadi agresi. Oleh karena itu, dapat menimbulkan berbagai tanda dan gejala, baik emosional maupun fisik.
Gejala fisik masalah kemarahan meliputi:
- Tekanan darah tinggi
- Palpitasi jantung
- Ketegangan dan kekencangan otot
- Hilang kesadaran
- Sensasi kesemutan
Gejala emosional dari masalah kemarahan meliputi:
- Frustrasi
- Iritasi
- Kecemasan
- Perilaku sembrono
- Sering berdebat
- Menyendiri
Baca Selengkapnya : Tanda-tanda Anda Marah Berlebihan dan Butuh Bantuan
Bagaimana Mengelola Amarah Agar Anda tetap Tenang
Menahan amarah merupakan hal yang tidak mudah. Pada setiap interaksi dengan orang lain, akan selalu ada lika-liku yang membuat Anda ingin meluapkan emosi. Emosi yang tidak stabil saat berinteraksi sosial biasanya disebabkan oleh mood Anda yang kurang baik, ditambah dengan sesuatu pada lingkungan sosial anda yang membuat anda tak suka dan ingin meluapkan kekesalan Anda.
Meluapkan emosi atau amarah terus menerus bukan hal yang akan berujung baik pada hubungan anda dengan orang lain. Mengelola amarah sangat penting agar membuat Anda tetap tenang dan dapat berpikir dengan jernih saat menemui permasalahan. Ada beberapa cara untuk mengelola dan mengurangi rasa emosi anda seperti menuliskan perasaan anda pada sebuah diary, mendengarkan musik, dan masih banyak lagi.
Baca Selengkapnya : Mengelola Amarah Agar Anda Tetap Tenang
2. Waspadai Interaksi Sosial Bermasalah
Kesulitan berinteraksi sosial tidak selalu menunjukan bahwa Anda introvert. Merasa tertekan dan tak bersemangat menjalin hubungan atau interaksi dengan orang lain bisa jadi indikasi Anda mengalami emosional abuse. Hal ini bisa disebabkan oleh lingkungan yang membuat Anda merasa tak aman atau harga diri yang terlukai.
Emotional Abuse
Emotional Abuse adalah perilaku menghina, memanipulasi, ataupun mengkritik dengan tidak melibatkan fisik. Tidak berhenti sampai sana, setiap perilaku yang melibatkan emosi dan bisa menyakiti perasaan korban bisa kita definisikan sebagai kekerasan emosional.
Mengutip Verywellmind, emotional abuse bisa berupa kata-kata kasar atau buruk yang dilontarkan seseorang sehingga korban merasa harga dirinya terlukai dan merusak kesehatan mentalnya.
Tujuan mendasar kekerasan ini adalah mengontrol perilaku korban dengan mengisolasi serta membungkam mereka. Akhirnya, si korban akan perlahan kehilangan kepercayaan serta jati dirinya yang selama ini Ia jaga.
Memahami emotional abuse dapat terjadi kepada siapa saja. Lingkungan terdekat Anda bisa saja menjadi sumber emotional abuse yang membuat anda tidak memiliki rasa aman ketika berada di lingkungan tersebut. Beberapa ciri-ciri lingkungan yang tidak sehat seperti tidak mengharagai privasi Anda, manipulatif, atau sering menghakimi Anda tanpa mendengarkan pendapat anda. Kenali ciri-cirinya dan cara menghindar dari lingkungan sosial yang bersifat emotional abuse, Anda dapat lebih tenang ketika berada di lingkungan sosial yang sehat dan tidak menghakimi setiap pendapat atau perlakuan Anda.
Baca Selengkapnya : Serial “Maid”: Mengenal Emotional Abuse, Kekerasan Sering Diabaikan
Memahami Individu Dengan Sindrom Asperger Dalam Bersosialisasi
Asperger sebenarnya merupakan gangguan perkembangan saraf yang ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial dan komunikasi nonverbal, bersama dengan pola perilaku dan minat yang terbatas dan berulang. Pengidap sindrom asperger cenderung memiliki kecerdasan yang tinggi walaupun memiliki kesulitan dalam berkomunikasi.
Kesulitan berkomunikasi ini yang menyebabkan pengidap sindrom asperger ini sering merasa canggung jika diajak berbicara. Kesulitan individu dengan asperger menguasai elemen dasar dalam berinteraksi sosial inilah yang menyebabkan mereka sulit mengembangkan pertemanan atau mencari pencapaian dengan orang lain.Individu dengan sindrom asperger memiliki gangguan perilaku nonverbal di berbagai bidang seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur tubuh, dan gerak tubuh.
Mengelola penderita Asperger pada intinya adalah lewat terapi. Terutama terapi yang terkait dengan gangguan utama. Semakin dini melakukan terapi akan semakin baik, terutama jika kasus terjadi pada anak-anak.Terapi yang umum dilakukan sepintas memang menyerupai pada penderita ASD. Peran orang tua juga sangat penting di sini. Umpamanya pengelolaan perilaku untuk digunakan di rumah dan sekolah, dan pelatihan keterampilan sosial untuk interaksi interpersonal yang lebih efektif.
Baca Selengkapnya : Sindrom Asperger, si Cerdas yang Canggung Bergaul
Bedanya Antara Pathological Lying dan Gaslighting
Berbohong merupakan hal yang pernah dilakukan semua orang. Berbohong memiliki makna negatif dan sangat dihindari. Berbohong memiliki alasan untuk dilakukan, ada yang dilakukan demi kebaikan atau ada juga yang dilakukan hanya untuk keuntungan pribadi semata yang merugikan orang lain.Perilaku ini jika terus menerus dilakukan akan menjadi kebiasaan buruk yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Pathological liar adalah seseorang yang berbohong dengan niat dan rencana. Meskipun tampaknya ada banyak kemungkinan penyebab kebohongan patologis, belum sepenuhnya dipahami mengapa seseorang memilih berbohong dengan cara seperti ini. Beberapa kebohongan bahkan sengaja diceritakan untuk membuat pembohong patologis tampil sebagai orang baik, pahlawan, atau demi mendapatkan pengakuan atau simpati dari orang lain.
Pathological lying dan gaslighting memiliki perbedaan walaupun banyak orang yang melihat kedua perilaku ini memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memanipulasi atau menutupi fakta yang ada.
Baca Selengkapnya : Kenali Beda Antara Pathological Lying dan Gaslighting
Toxic Relationship
Hubungan dengan orang lain dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif. Pola hubungan yang negatif dapat mempengaruhi kita secara mental. Hubungan yang mengarah kepada perubahan negatif pada diri kita dan membuat kita merasa tak dihargai disebut sebagai toxic relationship.
Tentu kita menginginkan teman yang bisa kita ajak bicara mengenai banyak hal, teman yang nyambung, dan bisa kita ajak berdiskusi. Saat kita ingin bercerita pengalaman yang tidak mengenakkan, kita mengharapkan si teman bisa mendengar dan memberi dukungan moril tanpa menghakimi. Kita juga menginginkan teman yang bisa kita percaya, dan yakin kalau ia tidak bergosip tentang kita pada orang lain. Tapi tidak mudah punya teman seperti yang kita harapkan. Sehingga hal ini bisa membuat kita merasa terjebak pada situasi sulit dan mengakibatkan kita tidak berani keluar dari pertemanan yang kita punya selama ini. Walaupun pertemanan tersebut tidak membahagiakan kita.
Ketika menemukan bahwa kita berada di dalam toxic relationship sebaiknya kita mulai menjauhi hubungan seperti ini, terutama jika memang orang-orang didalamnya tidak dapat memperbaiki diri ke arah yang lebih baik. Hubungan seperti ini dapat mengganggu kondisi mental anda secara perlahan.
Baca Selengkapnya : Ini Sebabnya Kita Harus Keluar dari Toxic Relationship
3. Bantu Orang Mengatasi Panick Attack
Serangan panik sering dialami beberapa orang ketika berada pada kondisi yang tak menentu.Serangan ini melibatkan gejala yang mirip dengan yang dialami saat menghadapi ancaman.
Pemicu serangan panik tidak selalu mudah diidentifikasi. Serangan panik biasanya terasa sangat tidak nyaman dan menyebabkan tekanan yang signifikan. Banyak orang percaya bahwa mereka sedang mengalami serangan jantung atau masalah lain yang mengancam jiwa. Jika Anda mengenal seseorang yang mengalami serangan panik,
Ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan dan hindari untuk membantunya.
1.Tetap Tenang
Tetap tenang adalah salah satu cara terbaik untuk membantu. Serangan panik biasanya tidak berlangsung lama. “Perasaan paling intens cenderung berlangsung antara 5 dan 10 menit,” Bingham menjelaskan.
Tetapi seseorang yang mengalami serangan mungkin tidak memiliki banyak konsep tentang waktu saat itu terjadi. Mereka mungkin merasa takut atau berpikir bahwa mereka akan mati.
Meskipun Anda sendiri merasa sedikit takut, tetaplah tenang. Jika suara Anda terlihat membantu dan mereka tidak meminta untuk diam, bicaralah dengan mereka dengan suara yang tenang.
2.Apa yang harus Anda katakan:
- Meyakinkan mereka bahwa Anda tidak akan pergi
- Mengingatkan mereka bahwa serangan tidak akan bertahan lama
- Memberi tahu mereka bahwa mereka aman
- Tanyakan bagaimana Anda dapat membantu
Kebanyakan orang yang mengalami serangan panik atau memiliki jenis kecemasan lain memiliki cara untuk mengatasinya sendiri. Saat menawarkan dukungan, ingatlah bahwa orang tersebut tahu yang terbaik tentang apa yang paling bisa membantu.
Baca Selengkapnya : Bagaimana Bantu Orang Mengalami Serangan Panik?
4. Mengenali Masalah Kesehatan Mental Pada Anak
Menjadi orang tua, bukanlah peran yang mudah. Selain harus menjaga kesehatan mentalnya sendiri, orang tua harus memperhatikan dan menjaga kesehatan mental anak. Baik anak yang masih berusia sekolah dasar maupun anak remaja. Sebab, penyakit mental dapat dialami siapa saja termasuk anak-anak.
Anak-anak yang berada pada usia yang masih sangat muda bukan tidak mungkin memiliki kondisi mental yang rentan. Penyakit mental pada anak-anak mungkin sulit dikenali oleh orang tua. Memahami dengan tepat tanda-tanda peringatan penyakit mental pada anak-anak akan sangat membantu mengatasi gejala lebih dini agar tidak semakin memburuk.
Gangguan kesehatan mental pada anak-anak umumnya didefinisikan sebagai keterlambatan atau gangguan dalam mengembangkan pemikiran, perilaku, keterampilan sosial, atau pengaturan emosi yang sesuai dengan usia mereka. Masalah-masalah ini membuat stres anak-anak dan mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi dengan baik di rumah, di sekolah, atau dalam situasi sosial lainnya.
Gangguan kesehatan mental pada anak-anak atau gangguan perkembangan yang perlu mendapat penanganan oleh ahli kesehatan mental dapat meliputi:
- Gangguan kecemasan.
- Gangguan perhatian-defisit/hiperaktif (ADHD).
- Depresi dan Gangguan Mood Lainnya.
Masih banyak gangguan mental pada anak yang harus kita ketahui penyebabnya. Jika Anda mengkhawatirkan kesehatan mental anak Anda, konsultasikan dengan dokter anak. Jelaskan perilaku yang membuat Anda khawatir. Anak-anak sulit bercerita mengenai apa yang mereka rasakan, kita sebagai orang tua sudah seharusnya memahami apa yang anak rasakan.
Baca Selengkapnya : Cermati, Ini Tanda Awal Anak-anak Idap Penyakit Mental
Tips Orang Tua Bantu Atasi Kesehatan Mental Remaja
Remaja berada pada usia peralihan. Kondisi mental mereka cukup rentan karena harus beradaptasi menampung tanggung jawab dan beban yang lebih besar dari biasanya. Hal ini tentu mempengaruhi kondisi mental remaja yang harus beradaptasi menjadi individu yang lebih kuat, ditambah keseharian yang cukup melelahkan setiap hari dapat membuat remaja mengalami stress secara perlahan.
Terus-menerus duduk di depan layar sepanjang hari untuk belajar telah menimbulkan stres, kecemasan, dan ketidakpastian. Pada akhirnya mulai tercermin dalam penurunan nilai. Tidak hanya nilai, cobaan tersebut berdampak pada optimisme dan tingkat semangat/energi siswa, yang secara langsung mempengaruhi kesehatan mental mereka.
Setidaknya ada lima petunjuk kunci yang dapat membantu orang tua, guru, dan wali untuk mengidentifikasi, dan mendukung dewasa muda dan anak-anak dengan masalah kesehatan mental.
Baca selengkapnya : Tips Orang Tua Bantu Atasi Kesehatan Mental ABG
Remaja Rentan Depresi, Ketahui Cara Menghadapinya

Jumlah kasus bunuh diri pada remaja terus meningkat. Hal ini merupakan indikasi bahwa ada masalah berat yang mereka hadapi. Meskipun tidak ada yang dapat menjelaskan alasannya dengan tepat, banyak ahli mengatakan kondisi ini menjadi cerminan bahwa remaja rentan depresi dan menghadapi lebih banyak tekanan.
Tekanan itu bisa berasal dari rumah atau sekolah, khawatir tentang masalah keuangan keluarga mereka, dan menggunakan lebih banyak alkohol dan obat-obatan. "Ini adalah waktu yang sangat berbahaya bagi kaum muda kita," kata Kathy Harms, staf psikolog di Pusat Anak Crittenton Kansas City, kepada Portland Press Herald. “Kami melihat lebih banyak kecemasan dan depresi pada anak-anak dari segala usia.”
Remaja memang rentan depresi. Menurut Suicide.org, kasus bunuh diri pada remaja terus meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir. Pertimbangkan angka-angka yang mengkhawatirkan ini:
- Setiap 100 menit seorang remaja bunuh diri.
- Bunuh diri adalah penyebab kematian ketiga terbesar bagi kaum muda berusia 15 hingga 24 tahun.
- Sekitar 20 persen dari semua remaja mengalami depresi sebelum mereka mencapai usia dewasa.
- Antara 10 hingga 15 persen menderita gejala pada satu waktu.
- Hanya 30 persen remaja yang depresi yang dirawat karenanya.
- Beberapa remaja lebih berisiko mengalami depresi dan bunuh diri dibandingkan yang lain. Ini adalah faktor-faktor yang diketahui:
- Remaja wanita mengalami depresi dua kali lebih sering daripada pria.
- Mereka yang dilecehkan dan diabaikan sangat berisiko.
- Remaja yang menderita penyakit kronis atau kondisi fisik lainnya.
- Mereka yang memiliki riwayat keluarga depresi atau penyakit mental. Antara 20 hingga 50 persen remaja yang menderita depresi memiliki anggota keluarga yang mengalami depresi atau gangguan mental lainnya.
- Remaja dengan masalah mental atau penyalahgunaan zat yang tidak diobati. Sekitar dua pertiga remaja dengan depresi berat juga melawan gangguan mood lain seperti distimia, kecemasan, perilaku antisosial, atau penyalahgunaan zat.
- Orang muda yang mengalami trauma atau gangguan di rumah, termasuk perceraian dan kematian orang tua.
Data tersebut menunjukan bahwa lingkungan remaja tidak semuanya mendukung mereka secara penuh. Mereka merasakan hal yang sulit diungkapkan sehingga dipendam dan akhirnya mereka mengalami depresi karena terlalu banyak menanggung beban yang berat.
Baca Selengkapnya : Remaja Rentan Depresi, Bagaimana Menghadapinya?
5. Menghadapi Keluarga Toxic

Keluarga merupakan lingkungan terdekat kita. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang seharusnya sangat sehat dan mendukung setiap anggotanya satu sama lain tanpa pamrih. Namun sayangnya, tidak semua hubungan keluarga berjalan sempurna atau ideal. Beberapa keluarga memiliki permasalahan yang serius sehingga banyak terjadi konflik di dalam lingkungan keluarga.
Apabila demikian, berada di tengah-tengah keluarga malah terasa tidak nyaman. Sehingga malah ada keinginan untuk menjauh dari keluarga. Banyak kasus anggota keluarga yang akhirnya tidak menghargai keberadaan keluarga dan mementingkan dunianya sendiri dibanding keluarga.
Penyebab hubungan yang toxic biasanya bukan hanya satu, namun bisa beberapa penyebab sekaligus. Bisa jadi sosok orang tua dalam keluarga memiliki suatu pengalaman yang traumatis. Maka trauma tersebut menyebabkan hubungan yang buruk dengan generasi selanjutnya. Bahkan pengalaman traumatis dan tidak mengenakan ini bisa berefek panjang dan turun temurun. Juga ada ada kemungkinan kalau trauma seseorang itu bisa menurun secara genetik.
Baca Selengkapnya : Bagaimana Menghadapi Keluarga Toxic?
6. Jaga Hubungan yang Sehat dengan Pasangan
Memiliki pasangan, baik kekasih maupun suami / isteri, seharusnya membawa kebahagiaan. Namun kadang kala, hubungan percintaan tidak semanis film-film romantis. Akibatnya, bukannya kebahagiaan yang Anda rasakan, namun malah kesedihan yang berkepanjangan.
Dampak Buruk Putus Nyambung Pada Kesehatan Mental
Putus nyambung bukan hal yang asing lagi ditelinga kita. Fase putus nyambung ini sering dialami oleh pasangan- pasangan yang memiliki hubungan kurang sehat namun masih sangat ingin bersama.
Putus nyambung dalam suatu hubungan yang melibatkan hati dan perasaan, mau tak mau pasti akan menguras emosi Anda dan pasangan. Tak heran, suasana hati Anda juga akan terpengaruh, misalnya murung, cepat marah, dan enggan beraktivitas seperti biasa.
Seringkali, pasangan putus-nyambung tahu bahwa ada ketidakcocokan besar di antara mereka. Hanya saja, mereka memaksakan hubungan karena merasa secara emosional masih butuh pasangan. Kenali dampak dari putus nyambung ini pada mental Anda sehingga dampak buruk dapat diminimalisir mempengaruhi kondisi mental anda menjadi tidak baik.
Baca Selengkapnya : Putus Nyambung, Buruk Dampaknya Pada Kesehatan Mental
Tips Move On Setelah Putus Cinta
Putus cinta adalah situasi yang tidak diinginkan semua orang, terutama jika kita sangat mencintai pasangan kita. Fase melelahkan pada hubungan yang kandas bukan hanya pada saat putus cinta, melupakan mantan pasangan kita juga merupakan fase tersulit bagi sebagian orang karena telah memiliki banyak kenangan yang sulit dilupakan. Malahan kenangan-kenangan itu yang membuat kita sakit hati jika diingat terus menerus.
Pemulihan terhadap luka hati yang mendalam memang mudah diucapkan tapi sulit untuk dilakukan. Tapi membiarkan kondisi seperti ini tentu akan merugikan diri sendiri. Alih-alih si dia masih memikirkan Anda, bukan tidak mungkin jika sekarang dia justru sudah menemukan yang baru. Jika sudah begini, Anda yang akan rugi sendiri, bukan?
Jangan berlarut-larut dalam kesedihan setelah memutuskan hubungan. Sebab, kondisi seperti ini akan membuat Anda sering galau sendiri. Bukannya menikmati hari dengan bahagia, yang ada Anda hanya akan hidup dalam bayang-bayang masa lalu saja.Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk melupakan seseorang setelah putus cinta yang sangat membantu pemulihan terhadap luka hati yang Anda alami.
Baca Selengkapnya : Putus Cinta Memang Berat, Ini Tips Melupakan Si Dia
Valentine’s Day: Hari Cinta Sekaligus Kecemasan?
Hari Valentine identik dengan hari bahagia dan romantis untuk para pasangan yang sedang kasmaran. Namun, bagaimana jika Anda tidak memiliki pasangan yang romantis atau bahkan sedang mengalami konflik dengan pasangan? Mungkin Anda malah jadi cemas dan terpaku pada pemikiran bahwa Anda tidak pernah menemukan cinta yang hebat.
Jika Anda depresi, maka Anda mungkin mengalami pemikiran yang lebih sinis tentang komersialisasi liburan, kesia-siaan hubungan romantis, atau ketidaklayakan Anda sendiri untuk percintaan yang memuaskan. Tidak heran jika begitu banyak orang yang berbagi penderitaan datang ke kantor terapis mereka karena takut pada Hari Valentine.
Ada beberapa tips dalam menghadapi hari Valentine yang dapat membantu membangun kegembiraan, cinta, dan kelayakan yang membuat Hari Valentine seperti yang diharapkan, yakni hari libur dengan merayakan cinta. Hal ini agar Anda sehat secara fisik dan mental mengingat dahsyatnya pengaruh cinta pada tubuh kita.
Baca Selengkapnya : Valentine’s Day: Hari Cinta Sekaligus Kecemasan?
Hindari Toxic Financialship Dalam Berpasangan
Urusan keuangan memang menjadi hal yang cukup sensitif. Urusan keuangan terkadang menjadi sumber masalah dan pemicu utama hubungan yang tidak sehat. Sebutan populer untuk kondisi ini adalah toxic financialship. Yaitu hubungan pasangan baik suami istri maupun kekasih, yang akhirnya menjadi tidak sehat, karena masalah finansial atau keuangan.
Ketika berpasangan, membahas soal keuangan menjadi tak terelakan. Walaupun masih ada orang yang menganggap pembicaraan tentang uang itu tabu. Namun, sebaiknya soal keuangan kita bahas dengan pasangan. Tentu masing-masing orang memiliki batasan tentang seberapa jauh kita bisa terbuka kepada pasangan. Namun sebenarnya, tanpa melanggar privasi masing-masing, kita tetap bisa membahas soal keuangan.
Soal keuangan yang perlu kita bahas bersama pasangan adalah yang menyangkut tentang masa depan. Terutama bagi pasangan yang akan menikah, tentu harus ada pembahasan tentang hal ini. Misalnya, siapa orang yang harus bertanggung jawab terhadap pengeluaran rumah tangga. Kenali tanda-tanda Anda berada dalam toxic financialship dan ketahui cara mengatasinya supaya hubungan anda dapat berjalan dengan baik.
Baca Selengkapnya : Toxic Financialship Dalam Berpasangan? Jangan Sampai Terjadi!
7. Terlalu Bergantung Kepada Orang Lain Bisa Jadi Indikasi Gangguan Kepribadian
Memiliki hubungan yang erat dengan sahabat atau kerabat merupakan suatu hal yang baik. Namun, terkadang hubungan yang terlalu erat sampai menggantungkan hampir segala urusan kita kepada orang lain bukan hal yang baik dan sehat. Terlalu bergantung kepada orang lain dapat menjadi indikasi bahwa ada gangguan kepribadian yang terjadi pada Anda.
Merasa sedih dan terganggu karena jarang bertemu dengan teman dan keluarga, adalah wajar. Kita pasti merindukan aktivitas sosial dengan orang lain. Namun, tentu ada batasan kewajaran dari perasaan tergantung yang kita rasakan. Sebab, apabila rasa ketergantungan itu terlalu besar hingga berlebihan, jangan-jangan kita memiliki suatu gangguan kepribadian. Yaitu gangguan kepribadian dimana kita benar-benar merasa tergantung pada orang lain, hingga ketiadaan orang lain begitu menakutkan dan menyebabkan kecemasan berlebihan.
Baca Selengkapnya : Terlalu Tergantung kepada Orang Lain? Hati-hati dengan Gangguan Kepribadian Ini!
8. Kesimpulan
Memiliki hubungan dengan orang lain memang tidak mudah. Kita harus bisa memahami orang lain dan yang terpenting dapat memahami diri sendiri. Lingkungan yang menjadi tempat kita bersosialisasi juga tidak selamanya sehat, mengenal dan mengetahui tanda-tanda lingkungan yang tidak sehat sangat penting untuk menghindari pengaruh buruk pada mental Anda.
Tips-tips dan penjelasan diatas dapat menjadi acuan anda dalam menjalin hubungan yang baik dengan orang lain yang membawa Anda ke arah yang lebih positif.