Myth Buster: Enam Mitos Vaksin Covid yang Terkesan Ilmiah

1
header-img
  • Banyak informasi yang salah memicu lebih banyak keraguan dan menjauhkan orang yang ingin mendapat manfaat vaksinasi.
  • Masih banyak yang percaya bahwa vaksin dapat ditanamkan dengan 'microchip' yang dapat menimbulkan masalah.

noDokter - Sementara para ilmuwan terus memperbarui vaksin virus corona, masih banyak informasi atau mitos vaksin Covid yang mengaburkan manfaatnya. Informasi palsu ini bahkan mengganggu minat orang untuk vaksinasi.

Baru-baru ini, bintang pop dan rapper Nicki Minaj menimbulkan kontroversi di internet. Ia menghubungkan vaksin Covid-19 menyebabkan disfungsi seksual pada seseorang yang dia kenal. Minaj dalam tweet-nya mengaku salah satu teman sepupunya di Trinidad menjadi impoten setelah mendapatkan vaksin. Ia menyarankan orang untuk membuat keputusan terpaksa untuk vaksinasi. Minaj mengatakan bahwa dia tidak 'sepenuhnya' mempercayai keamanan vaksin Covid-19.

Tweet itu mendapat banyak reaksi dan memicu kontroversi. Minaj bukanlah orang pertama yang secara terbuka menolak atau berkontribusi terhadap keraguan vaksin. Selama beberapa bulan, banyak mitos dan propaganda palsu terkait vaksin Covid-19 yang meningkat tajam di media sosial. Ada juga muncul komunitas anti-vaxxer.

Memang, vaksinasi Covid di banyak negara tidak bisa dipaksakan. Namun para ahli percaya banyak informasi yang salah dan tidak akurat memicu lebih banyak keraguan dan menjauhkan orang yang ingin mendapat manfaat dari vaksinasi.

Bahkan mitos vaksin Covid terkesan ilmiah dan dengan mudahnya mengelabui orang sehingga tidak mendukung vaksinasi. Ada beberapa mitos kontroversial terbesar yang muncul dengan vaksin Covid-19, dan juga memecahkan kode kebenaran:

Mitos 1: Vaksin Covid-19 Tidak Dapat Dipercaya karena Eksperimental

Vaksin Covid-19 muncul dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya, jauh lebih singkat daripada vaksin biasanya. Persetujuan dan pengiriman vaksin berlangsung lebih cepat mengingat besarnya skala pandemi. Namun meskipun eksperimental dan dikembangkan dengan cepat tidak berarti vaksin ini kurang aman.

Ingatlah bahwa vaksin Covid-19 diperlakukan sama dengan vaksin lainnya untuk memastikan benar-benar aman dan efektif. Apalagi saat ini sudah jutaan orang di seluruh dunia telah berhasil melakukan vaksinasi dengan aman. Komite dan badan kesehatan untuk memantau efek samping yang jarang terjadi, reaksi merugikan, dan penghentian juga ikut mengawasi. Karenanya tak ada alasan untuk skeptis tentang keamanan dan kemampuan kerja vaksin.

Mitos 2: Memengaruhi Kesuburan dan Fungsi Seksual

Isu menyebutkan vaksin Covid-19 berdampak pada kesuburan pria dan wanita, 'merusak' organ seksual, menyebabkan impotensi, atau ] memengaruhi siklus menstruasi. Karena itu ada yang menjauhi vaksin Covid-19 karena takut kehilangan alat reproduksi dan seksual. Ini sekali lagi, adalah klaim tanpa bukti yang jelas.

Pertama, tidak ada laporan efek samping yang jelas dari vaksin Covid-19 yang menyebabkan disfungsi ereksi atau masalah kesuburan. Kedua, menurut bukti klinis, efek setelah terinfeksi Covid malah jauh lebih besar, dan dapat menyebabkan disfungsi ereksi dan masalah seksual. Vaksin tidak membawa risiko seperti itu.

Mitos 3: 'Mengubah' DNA

Mitos lain yang pada awalnya menimbulkan banyak keraguan palsu adalah kemampuan vaksin untuk menghambat DNA. Vaksin mRNA, diyakini bahwa metode inokulasi baru, yang melibatkan pengenalan protein lonjakan buatan dapat mengubah fungsi DNA dan berdampak pada tubuh.

Masih banyak yang percaya bahwa vaksin dapat ditanamkan dengan 'microchip' yang dapat menimbulkan masalah. Ini, sekali lagi, tidak lain hanyalah informasi yang salah yang menghasut. Tidak hanya secara biologis tidak mungkin untuk melakukannya, suntikan vaksin tidak dapat menemukan jalan ke genom Anda. Tidak ada cara nyata untuk interaksi yang mungkin terjadi antara vaksin Covid-19 (atau vaksin apa pun) dan DNA yang ada dalam sistem.

Mitos 4: Kekebalan Alami Lebih Baik Daripada Kekebalan Vaksin

Banyak juga yang percaya bahwa terpapar Covid-19 sehingga kemudian memperoleh 'kekebalan alami' memberikan perlindungan lebih baik ketimbang vaksin. Kekebalan alami memang dapat membantu. Hanya saja vaksin perlu untuk antibodi yang lebih kuat, tahan lama, dan melindungi dari kemungkinan keparahan dan kematian. Ini yang mungkin tidak dapat dilakukan oleh kekebalan alami.

Jadi, kekebalan buatan, yaitu vaksin melindungi di atas infeksi alami. Untuk efek samping vaksin juga umumnya ringan, lebih ringan daripada infeksi Covid yang biasanya berlangsung lebih lama.

Mitos 5: Bahayakan Janin

Dengan tersedianya vaksinasi untuk ibu hamil dan menyusui, semakin banyak perempuan yang memenuhi syarat untuk mendapatkan vaksin. Namun, beberapa orang ragu-ragu dan percaya bahwa mendapatkan vaksin saat hamil dapat membahayakan kesehatan janin. Bahkan menyebabkan keguguran, persalinan prematur, lahir mati, atau defisit perkembangan saat lahir.

Hingga hari ini tidak ada bukti substansial bahwa vaksin COVID-19 atau vaksin lain dapat menyebabkan efek samping yang tidak kita inginkan. Sebaliknya, penelitian telah menunjukkan bahwa wanita yang mendapat vaksinasi dapat menularkan antibodi COVID ke bayi mereka saat lahir. Selain itu, wanita hamil yang mendapat vaksinasi memiliki peluang lebih kecil mendapat perawatan di rumah sakit atau meninggal karena Covid-19.

Mitos 6: Anda Tak Perlu Vaksin Jika Pernah Terpapar COVID

Ada juga kepercayaan kuat bahwa vaksin hanya perlu untuk mereka yang belum pernah terpapar, atau tertular Covid-19. Sekali lagi ini adalah kesalahpahaman yang membuat banyak orang menghindari vaksinasi. Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang pernah menderita Covid-19, dan mendapat vaksinasi memiliki peluang perlindungan terbaik dalam jangka panjang. [*]

Sumber: TimesofIndia


Apakah artikel ini membantu anda?

Kami menggunakan cookie untuk memastikan bahwa kami memberikan pengalaman terbaik untuk Anda.
Jika Anda terus menggunakan situs ini, kami akan menganggap Anda menyukai website ini.