Mengenal Bela Diri Ndikkar Asli Tanah Karo

53
header-img
  • Hampir setiap daerah di Tanah Air memiliki beladirinya sendiri, meski kadang tak terlalu khas.
  • Ndikkr adalah beladiri tradisional masyarakat Karo, yang memadukan kekerasan beladiri dan kelembutan seni tari.

noDOKTER—Bila hampir setiap daerah memiliki seni bela diri yang khas, hal tersebut wajar saja. Setiap masyarakat, apalagi di zaman peradaban masih relatif liar di zaman dulu, rasional saja bila bahkan setiap komunitas menciptakan seni bela diri masing-masing. Salah satunya bela diri Ndikkar.

Di Tanah Karo, Sumatera Utara, masyarakat setempat sudah lama memiliki seni bela diri tersendiri yang bernama ndikkar. Masyarakat setempat menyebut pegiat atau orang yang menguasai ndikkar sebagai “pandikar”. Hampir semakna dengan “pendekar” dalam bahasa Indonesia.   

Tarian bintang

Seperti halnya seni pencak silat di tanah Sunda, pandikar Tanah Karo sering menarikan kepiawaiannya menguasai ndikkar dengan memperagakan tarian. Jika di Sunda, jawara unjuk kebolehan dengan “ibing penca”, pandikar Karo menunjukkan kelihaian bela diri dengan menarikan ‘tari bintang’.

Karena itu tari bintang seorang pandikar akan berbeda dengan pandikar lainnya, tergantung penguasaan bela diri ndikkar masing-masing. Hal mana sama dengan di Sunda, meski di Tanah Parahyangan lebih terstandard karena setiap ibing memiliki jenis ‘tepak’ atau banyak gerakan per jurusnya sendiri.

Biasanya, dalam tarian bintang, si pandikar akan mempraktikkan jurus-jurus ndikkar yang apa yang telah ia kuasai, sembari tetap mengikuti alunan music. Seorang penonton yang jeli—tentu saja kalau ia pun seorang pandikar, akan segera tahu kedalaman ilmu ndikkar seseorang dari tarian tersebut.

Selain jurus keduanya bisa dibuat laiknya tarian, banyak kesamaan lain antara silat Sunda (ibing penca) dengan beladiri ndikkar.

Akhir laiknya “padungdung” pencak

Setelah sekian lama pandikar menarikan gerakan-gerakan ndikkar dengan spontan, biasanya ia bisa memberikan isyarat kepada pemain music manakala menyilakan pandikar lain masuk gelanggang. Apalagi jika bukan untuk saling uji kepandaian menyerang dan mengelak.

Hal itu persis sebagaimana pencak Sunda memainkan “padungdung” untuk menyilakan pesilat lain masuk arena. Diiringi padungdung di Sunda, dan irama khas Tanah Karo, keduanya saling menyerang, bertahan, mempertontonkan kelihaian dan hiburan. Bila telah mereka anggap cukup, para pandikar bisa memberi isyarat agar music dipelankan dan berhenti.

Mulai punah

Sayang sekali, sebagaimana kesenian tradisional lain di Tanah Air, bela diri Ndikkar juga tengah berada di tubir kepunahan. Para pandikar yang menguasai ilmu beladiri itu satu persatu menua dan tiada.

Sementara, para generasi muda kian tak menunjukkan minat belajar beladiri. Kalaupun ada peminat, mereka lebih gampang tergiur bela diri impor, laiknya karate, tae kwon-do, jiu jitsu, dan lainnya yang lebih popular.

Entah bagaimana membuat ndikkar kembali diminati banyak anak-anak muda agar mampu bertahan dari kepunahan. [ds]


Apakah artikel ini membantu anda?

Kami menggunakan cookie untuk memastikan bahwa kami memberikan pengalaman terbaik untuk Anda.
Jika Anda terus menggunakan situs ini, kami akan menganggap Anda menyukai website ini.