Bahaya Hustle Culture, Ini Cara Mencegahnya!

17
header-img
  • Hustle culture bisa membahayakan fisik dan mental, sayangnya, masih banyak yang menganggap budaya ini keren dan prestasi
  • Membuat jadwal harian dan tentukan skala prioritas bisa menjadi salah satu cara keluar dari budaya toxic ini.

noDokter - Bekerja keras menjadi salah satu perangai yang kita butuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun, bekerja terlalu keras, sehingga melupakan waktu untuk merawat diri sendiri juga tidak baik untuk kesehatan.

Workaholic inilah yang menjadi awal terbentuknya pola hidup hustle culture. Budaya ini terbukti menjadi salah satu alasan utama datangnya stress dan penyakit mental maupun fisik lainnya. 

Lalu, apa sebenarnya hustle culture dan bagaimana cara mencegah masuk ke dalam jeratannya? Kami akan membahasnya lengkap.

Pengertian Hustle Culture

Hustle culture adalah keadaan seseorang yang mendedikasikan sebagian besar waktunya untuk pekerjaan. Dalam pikiran mereka, bekerja menjadi satu-satunya jalan menuju kesuksesan dan kesejahteraan. 

Orang yang terjebak budaya ini memiliki kecenderungan untuk bekerja terus-menerus bahkan ketika jam bekerja sudah selesai. Lembur sudah menjadi makanan sehari-harinya. 

Ciri-ciri Orang yang Terjebak Budaya ‘Hustle’

Mereka yang sudah terjerat budaya ‘hustle’ akan memperhatikan ponsel terus menerus. Ketika bangun tidur, setelah mandi, ketika makan, bahkan mungkin ketika akan beristirahat di malam hari. 

Tentunya dalam hal ini, hal yang dicek dalam ponsel berhubungan dengan pekerjaan, entah itu e-mail, WhatsApp group, hingga media sosial kantor. 

Walaupun meluangkan waktu untuk diri sendiri seperti menonton film atau bertemu teman, terkadang pikiran mereka akan tetap melayang ke pekerjaan. 

Bahaya Hustle Culture

Budaya ‘workaholic’ tidak baik untuk kesehatan fisik juga mental. Sayangnya, masih banyak anggapan bahwa orang sukses adalah orang yang bekerja begitu keras bahkan tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri. 

Tentunya, persepsi tersebut kurang tepat. Manusia sebagai makhluk sosial perlu berinteraksi, juga memikirkan hal-hal yang tak sebatas produktif saja. 

Beragam macam penyakit mengintai para pemuka hustle culture/shutterstock

Berikut bahaya dari budaya ini:

  • Burnout, yaitu kondisi lelah berkepanjangan karena stress yang berlebihan
  • Mengundang Penyakit. Studi dari Current Cardiology Report menunjukan bahwa orang yang bekerja lebih dari 50 jam/minggu berisiko terkena penyakit kardiovaskular, seperti jantung. 
  • Stress dan depresi bahkan bisa berujung self-harm ataupun bunuh diri.
  • Kehilangan waktu untuk berinteraksi bersama keluarga, sahabat juga pasangan.

Cara Mencegah/Keluar dari Hustle Culture

Mengingat bahayanya hustle culture, ada sejumlah cara untuk keluar ataupun mencegah supaya tidak terjerat dalam budaya toxic tersebut:

  • Bekerja untuk hidup

Ubah pemikiran Anda dari hidup untuk bekerja menjadi bekerja untuk hidup. Dengan begitu, Anda akan memiliki kehidupan lain selain pekerjaan.

Bekerjalah semaksimal mungkin di jam yang sudah ditentukan. Gunakan waktu setelahnya untuk kegiatan lain.

  • Tidak membandingkan dengan orang lain

Jika Anda terjebak diantara lingkungan yang workaholic, jangan sampai terjerat mengikutinya. Bekerja lebih dari waktu yang ditentukan tentunya tidak baik dan bukan hal yang seharusnya dibanggakan. 

Jangan juga terlalu terpengaruh dengan pencapaian orang lain sehingga Anda merasa harus terburu-buru dan terlalu keras terhadap diri sendiri. Satu-satunya yang harus Anda bandingkan adalah diri sendiri.

  • Tentukan jadwal harian

Bekerja di rumah? Ini sangat penting untuk Anda lakukan: buat jadwal harian. Kapan Anda mulai bekerja, break, selesai bekerja. 

Patuhi jadwal tersebut dan jangan bekerja lebih dari jam yang sudah ditentukan. Ketika jam kerja selesai, jauhkan diri dari laptop ataupun ponsel yang bisa mengganggu waktu Anda.

  • Beristirahat dengan cukup

Setelah lelah menguras otak untuk bekerja 8 jam, pastikan juga untuk beristirahat dengan cukup. Buat jadwal tidur malam dan bangun pagi serta kegiatan istirahat lainnya. 

Beristirahat juga bisa berupa berolahraga ringan seperti yoga ataupun kegiatan lain seperti membaca buku dan menonton serial favorit. Yang pasti istirahat sangat penting untuk recharge energi dan pikiran untuk kembali produktif keesokan hari.

[*]

Sumber: Forbes, Headversity


Apakah artikel ini membantu anda?

Kami menggunakan cookie untuk memastikan bahwa kami memberikan pengalaman terbaik untuk Anda.
Jika Anda terus menggunakan situs ini, kami akan menganggap Anda menyukai website ini.